Kisah Luh Ariani Tinggal di Rumah Batu Kaki Gunung Batur, Hanya Mandi Ketika Hujan - Mininewspaper

Breaking News

Home Top Ad

Responsive Ads Here

Post Top Ad

Responsive Ads Here

Minggu, 10 November 2019

Kisah Luh Ariani Tinggal di Rumah Batu Kaki Gunung Batur, Hanya Mandi Ketika Hujan


Berita

Kisah Luh Ariani Tinggal di Rumah Batu Kaki Gunung Batur, Hanya Mandi Ketika Hujan

Luh Ariani, Perempuan Miskin yang Tinggal di Kaki Gunung Batur, Kintamani

Tiga rumah dari bebatuan yang disusun rapi tanpa semen di kaki Gunung Batur.

Rumah berukuran sekitar lebar 3 meter dan tinggi 1 meter ini terletak di pinggir Jalan Pendakian Gunung Batur, Kintamani, Bali.

Rumah batu hanya beratap asbes, triplek dan terpal, berlantai tanah.

Luh Ariani, wanita asal Tabanan yang tak ingat tanggal lahirnya adalah salah satu penghuni rumah batu di kaki Gunung Batur.

Wanita penderita folio sejak kelas 6 SD ini tinggal seorang diri di rumah batunya.

Tak terlihat ada kasur atau perabotan layaknya di sebuah rumah pada umumnya.

Pintu rumah hanya terbuat dari triplek bekas dengan panjang dan lebar 1 meter.

Rumah batu Luh Ariani memiliki 2 ruang yang dibatasi oleh kayu dan terpal.

Ruang pertama adalah ruang di sisi kanan sebagai dapur.

Hanya ada tungku sederhana yang tersusun dari 3 buah batu, 3 buah panci, beberapa jeriken, beberapa bak plastik yang ia dapat dari pemberian orang.

Ruang kedua adalah ruang di sisi kiri sebagai ruang tidur.

Namun, di ruangan yang ia anggap sebagai ruang tidur ini tidak terlihat ada dipan, kasur, bantal, selimut ataupun perabotan layaknya sebuah ruang tidur.

Hanya terlihat beberapa karung beras bekas di tanah dan di dekat pembatas ruangan.

"Itu buat alas saya tidur. Kalau hujan ya banjir. Terus saya tidurnya pindah ke dapur sini. Soalnya kalau di kamar itu pasti bocor. Kalau di dapur ya tidak terlalu banyak air," ujarnya sambil menunjuk atap terpal yang sudah menggembung menampung air hujan.

Hanya Mandi Ketika Hujan Turun
Rumahnya yang hanya dibuat dari tumpukan batu

Di sekitar rumah batunya, tak ditemukan area khusus untuk tempat mandi, cuci dan kakus (MCK).

Saat Tribun Bali menanyakan bagaimana cara ia mandi, ia mengaku mandi hanya ketika hujan.

"Saya mandi kalau hujan saja. Kalau tidak hujan ya tidak mandi. Tapi kadang saya pergi ke danau. Tidak ada yang nganter, saya jalan (ngesot) ke danau sendirian. Karena jauh saya tidak kuat kalau sering ke danau, makanya mandi kalau hujan saja," ceritanya.

Sedangkan untuk keperluan air sehari-hari, ia menggunakan air hujan yang ia tampung dalam 2 buah bak plastik berukuran sedang.

Luh Ariani juga hanya memiliki beberapa pakaian.

1 pasang pakaian yang menempel pada tubuh yang ia kenakan saat ditemui Tribun Bali.

Dan beberapa helai kain digunakan sebagai pakaian yang saat ia jemur di depan rumah batunya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Post Bottom Ad

Responsive Ads Here

Pages