BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Selama
abad ke 19, praktek sastra dikuasai oleh kaum Romantik dan Ekspresionisme, yang
mana perhatian utamanya terfokus pada pengarang sebagai penghasil sastra. Sejak
abad ke 20 dengan munculnya kaum formalis di Rusia, disusul kemudian oleh kaum
strukturalisme di Praha, dan dikukuhkan oleh kaum New Critism di Amerika, maka
ilmu sastra memasuki babak baru, yakni otonomi sastra.
Kendatipun
otonomi sastra telah berhasil menggeser kpnsep kaum Romantik dan ekspresionis,
ternyata belum mampu menyajikan seluruh harapannya. Akhirnya otonomi sastra
bergerak ke arah pembaca yang diberikan kebebasan relatif sampai dengan
kebebasan absolut untuk mengkontruksi bahkan mendekontruksi teks sastra. Ini
berarti teks sastra tidak lagi diklaim sebagai wilayah otonomi sastra yang
mampu memenuhi dirinya sendiri. Pada tahun-tahunberikutnya bermunculan
klaim-klaim baru. Sebagai akibatnya muncul berbagai pendekatan terhadap hasil
cipta sastra.
1.2 Rumusan Masalah
- Apa saja unsur-unsur
pendekatan terhadap cipta sastra ?
-
1.3 Tujuan
- untuk mengetahui unsur-unsur
terhadap pendekatan cipta sastra
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Unsur-unsur Pendekatan
Terhadap Cipta Sastra
Hasil
cipta sastra sebagai peristiwa seni yang kreatif dapat memancarkan rasa estetis
mengingat karya sastra iyu dibangun oleh unsur-unsurnya dan saran-sarana sastra
lainnya. Unsur-unsur membangun karya sastra dari luar disebut unsur instrinsik
dari dalam disebut unsur instrinsik. Sarana-sarana cipta sastra ada tiga yaitu:
- Unsur Intelektual
Cipta sastra menyuguhkan kepada pembaca atau pendengar berbagai
permasalahan yang dihadapi manusia dengan segala suka duka. Selain itu karya
cipta sastra disadari atau tidak akan dapat menambah sepengetahuannya tentang
manusia dan krmanusiaan itu sendiri. Ini berarti kesusastraan mengajak kita
memasuki kehidupan yang lebih mendalam, merenungi dan memecahkan persoalan
kehidupan manusia yang mungkintidakdapat dikaji dari sudut ilmu pengetahuan
yang ada. Dengan kata lain unsur intelektual ini merupakan hasil buah pikiran
dan renungan yanh diungkapkan pengarang lewat karyanya sebagai hasil
tanggapannya atas kepekaannya terhadap berbagai masalah hidup yang
dicermatinya.
- Unsur imajinasi
Imajinasi mempunyai pengertian gambaran pikiran pengarang atau
interprestasi pengarang terhadap sebuah objek yang dapay dilihat, diraba,
dicium, didengar, dihayati maupun sesuatu yang dipikirkannya. Imajinasi itu
adalah daya bayang atau gambaran pikiran pengarang dalam menginterprestasi
hal-hal yang dikemukakan melalui hasil ciptaannya. Oleh karena itu karya sastra
besifat imajinatif tidak harus dicocockkan dengan kenyataan, walaupun tidak
harus irrasional.
- Unsur Emosional
Karya sastra bukan saja merupakan pengalaman, tetapi di dalamnya tersirat
tanggapan-tanngapan pengarangnya. Selain itu, karya sastra sebagai hasil cipta
seni dengan caranya sendiri, sanggup mengajak pembaca dan pendengarnya
mengalami apa ang dirasakan atai dipikirkan pengarangnya.
Tiga unsur tersebut dijalin sedemikian rupa oleh pengarang, sehingga
terwujudlah karya sastra. Dalam teori sastra, teks sastra tidak pernah
menduduki posisi yang dan pasto sepanjang zaman. Hal ini disebabkan cipta
sastra dalam sejarah perkembangannya selalu berubah-ubah. Ketidakmapanan teks
sastra itu disebabkan oleh cara pandang dan interprestasi pengarang terhadap
hidup kehidupan manusia berbeda-beda. Oleh karena itu identitas cipta sangat
sulit diketahui secara pasti.
Selama abad ke 19, ketika praktek sastra dikuasai oleh kaum romantik dan
ekspresionis, perhatian utama dari teori sastra dan study tentang sastra
terfokus kepada pengarang selaku penghasil cipta sastra. Namun yang menjadi
tolok ukur penilaian dan interprestasi cipta sastra adalah persoalan
orisionalitas, kreatifitas, dan individualitas pengarang bukan terhadap cipta
sastra sebagai teks. Jadi teks sastra tidak dianggap penting karena yang
terpenting dan harus diutamakan adalah pengarang sendiri. Dalam hal ini,
pengarang sebagai pribadi, jiwanya, daya ciptanya, intensitasnya,
kreativitasnya dan imajinasinya. ( Gunatama, 2004:47)
Selanjutnya, pada abad 20 teks sastra yang semula diabaikan oleh kaum
romantik dan kaum ekspresionisme, pada akhirnya mendapat posisi dan perhatian
sewajarnya. Walaupun ada keyakinan bahwa otonomi sastra telah berhasil menggeser
pemikiran kaum romantik dan ekspresionis, namun pada masa-masa selanutnya
muncul kesadaran, ternyata bahasa sastra tidak mampu menyajikan seluruh
harapan, pengalaman, kekecewaan manusia. Dengan demikian, orientasi pemikiran
teori sastra bergerak dark otonom sastra ke arah pembaca yang diberikan
kebebasan relatif sampai absolut untuk merekontruksi bahkan mendekontruksi teks
sastra. Berikut dikemukakan beberapa tentang pendekata terhadap cipta sastra
khususnya prosa fiksi. Pendekatan terhadap cipta sastra prosa fiksi yang
diuraikan adalah intisarinya saja, berikut uraiannya :
1. Teori
romantik dan ekspresionis
Kedua teori ini mengutarakan pengarang sebagai penghasil cipta sastra,
bukan hasil cipta sastranya. Jadi, yang menjadi tolak ukur ukur dan penilainan dan
interprestasi karya sastra adalah persoalan orisinalitas, kreatuvitas, dan
individualitas, bukan karya sastra sebagai teks
2. Teori
ekspresifisme
Teori ekspresifisme muncul bersamaan dengan perubahan perubahan sosial dan
filsafat, yabg nenempatkan manusi sebagai makhluk otonom. Teori ini sering
disebut pendekatan biografis. Sebab, tugas utama sebagai penelaah sastra adalah
menginterpreatasikan dokumen, surat, laporan,
ingatan, saksi mata ataupun pernyataan pernyataan otobiografis
pengarang.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Hasil cipta sastra sebagai peristiwa seni akan dapat memancarka rasa
estetis, jika karya tersebut telah dibangun oleh unsur instrinsik dan
ekstrinsik. Dalam pihak, sebuah karya sastra baru bias disebut bernilai,
apabila unsur-unsur pembentukannya tercermin dalam trukturnya (intelektual.
Imajinatif, dan emosional). Dalam teori sastra teks sastra tidak pernah
menduduki posisi yang mapan dan pasti sepanjang jaman karena sastra selalu
berubah-ubah. Walaupun keyakinan otonomi, otonomi sastra telah berhasil
menggeser teori sastra abad ke-19 akan tetapi muncul kesadaran baru bahwa
ternyata bahasa sastra tidak mampu menyajikan seluruh harapan, pengalaman, dan
kekecewaan manusia, pada akhirnya otonomi sastra bergerak ke arah pembaca yang
diberikan kebebasan relative maupun absolut untuk merekontruksi, bahkan
pendekontruksi teks. Sarana pendekatan cipta sastra ada tiga yaitu unsur intelektual,
unsur imajinasi, unsur emosional.
DAFTAR PUSTAKA
Sutresna. 2006. Prosa Fiksi. Singaraja:
Universitas Pendidikan Ganesha.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar