![]() |
| Suasana Desa Adat Penglipuran |
Desa Adat Penglipuran
memiliki julukan sebagai Desa Wisata Penglipuran karena menjadi salah satu
tujuan wisata favorit dan wajib dikunjungi bagi para travelers.
Dari Utara hingga
Selatan berderet rapi rumah tradisional yang saling berhadapan ke arah Barat
dan Timur yang mengundang mata untuk melihatnya.
Rumah tradisional
tersebut masih menggunakan arsitektur bagunan dan pengolahan lahan yang
mengusung konsep filosofi masyarakat Bali yakni Tri Hita Karana.
Yang memiliki arti
keseimbangan hubungan manusia dengan Tuhan, manusia dengan alam sekitar, dan
manusia dengan manusia.
Desa Adat Penglipuran
juga menjadi desa terbersih di dunia.
Posisi
Desa Adat Penglipuran
Desa Adat Penglipuran
memiliki luas lahan 112 hektar.
Secara geografis, Desa
Adat Penglipuran terletak pada koordinat 08⁰08⁰30⁰ - 08⁰31⁰07⁰ Lintang Selatan dan
115⁰13⁰43⁰ - 115⁰27⁰24⁰ Bujur Timur dengan
ketinggian 500 – 625 meter di atas permukaan laut.
Desa Adat Penglipuran
memiliki suhu udara yang terbilang rendah 18⁰C
- 32⁰C.
Desa Penglipuran
berbatasan dengan desa-desa adat lainnya.
Di sebelah Utara
berbatasan dengan Desa Adat Kayang.
Di sebelah Selatan
berbatasan dengan Desa Adat Cempaga.
Di sebelah Timur
berbatasan dengan Desa Adat Kubu.
Di sebelah Barat
berbatasan dengan Desa Adat Cekeng.
Dari Penglipuran
berlokasi sekitar 45 kilometer dari Pusat Kota Denpasar atau bisa ditempuh
sekitar 1 jam 45 menit.
Sejarah
Pada abad ke-13, para leluhur
warga Desa Adat Penglipuran yang berasal dari masyarakat Desa Bayung Gede
diperintahkan Raja Bangli untuk membantunya.
Namun, karena jarak
Desa Bayung Gede cukup jauh dari Kerajaan Bangli, maka Raja Bangli menempatkan
mereka di Desa Kubu untuk peristirahatan.
Tempat peristirahatan
tersebut sering disebut Kubu Bayung.
Lama-kelamaan para
masyarakat Desa Bayung Gede tersebut menetap dan berpisah dari Desa Bayung Gede
dan membentuk desa baru yang disebut Desa Penglipuran.
Pengolahan
Lahan
Desa Adat Penglipura
memiliki luas 112 hektar sebagai desa adat dan dusun Penglipuran.
Dengan rincian 50
hektar untuk lahan pertanian.
4 hektar untuk hutan
kayu.
45 hektar untuk hutan
bambu.
9 hektar untuk
pemukiman.
Dan 4 hektar untuk
tempat suci.
Bandesa Desa Adat
Penglipuran, I Wayan Supat, Sabtu (16/11/2019) mengatakan tata guna lahan di
tengah sebagai pemukiman sentral yang telah dipetak menjadi 76 kavling.
Dan jalan utama
berbentuk terasering yang warga desa lestarikan dan tidak boleh dilalui oleh kendaraan.
Tata ruang
masing-masing pekarangan meliputi 3 zona sesuai dengan nilai kesuciannya.
Yakni Utama Mandala
adalah bagian paling suci berupa sanggah.
Madya Mandala adalah
bagian tempat kegiatan dan aktifitas keluarga sehari-hari.
Dan Nista Mandala
adalah bagian belakang (teben)
pekarangan.
Organisasi
Sosial
Organisasi social
masyarakat Desa Penglipuran terbagi menjadi dua yaitu Lembaga Desa Pakraman Penglipuran
dan Lembaga Dinas Lingkungan Penglipuran.
Lembaga Desa Pakraman disusun
dalam satu kepemimpinan yaitu Prajuru (Pengurus) Desa Adat Penglipuran.
Prajuru Desa Adat
dibedakan menjadi dua bagian yakni Prajuru Desa Adat yang terdiri dari kelian
adat, dua orang penyarikan dan seka-seka.
Dan Prajuru Ulu Apad
terdiri atas dua belas orang yang disebut dengan Jero Kancan Roras meliputi dua
Jero Bayan (Jero Bayan Mucukdan Jero Bayan Nyoman),
dua orang Jero Bahu
(Jero Bahu Mucukdan Jero Bahu Nyoman), dua orang Jero Singgukan (Jero Singgukan
Mucukdan Jero Singgukan Nyoman),
dua orang Jero
Cacar(Jero Cacar Mucukdan Jero Cacar Nyoman), dua orang Jero Balung(Jero
BalungMucukdan Jero Balung Nyoman), dan dua orang Jero Pati(Jero Pati Mucukdan
Jero Pati Nyoman).
Sedangkan Lembaga Dinas
Lingkungan di Penglipuran terdiri dari Camat, Lurah, Bandesa Adat, Kepala
Lingkungan, dan Jero Kubayan.
Macam-Macam
Ritual Tradisional
Desa Adat Penglipuran
memiliki ritual-ritual tradisional dalam upacara-upacara keagamaan.
Pertama, ritual Nyaeb
adalah upacara awal siklus bercocok tanam sebagai persembahan kepada Dewa Wisnu
yang ditandai dengan membuka aliran air yang dilaksanakan di perbatasan Desa Penglipuran dengan Desa
Kayang pada Sasih Sada.
Kedua, Mamungkah adalah upacara pada saat memulai mebajak
lahan pertanian yang dipersembahkan kepada Ratu Sakti Kentel Bumi dengan
persembahan dengan sarana hewan sapi.
Ketiga, Nangkluk Merana adalah upacara pegendalian hama dan
untuk keselamatan manusia dan tumbuhan yang berhubungan dengan perubahan iklim.
Sarana dalam ritual ini berupa satu ekor sapi betina.
Keempat, Ngaturang Upeti adalah upacara persembahan hasil
bumi berupa buah-buahan, sayuran atau dedaunan.
Ritual ini dilaksanakan setalah Nyepi pada Sasih Desta.



Tidak ada komentar:
Posting Komentar